Absolute Justice (Book Review)
Judul buku: Absolute
Justice
Penulis: Akiyoshi Rikako Penerbit: Penerbit Haru Cetakan: I. Mei 2018 Tebal: 268 hlm ISBN: 978-602-51860-1-1 |
“Kapan pun, pastikan
melakukan hal yang benar .... Kebenaran adalah yang terpenting di dunia ini.”
Sepintas, potongan kalimat di atas
terlihat normal. Bahkan terlihat penuh makna positif. Kebenaran, kejujuran, apa
adanya. Tapi jika kalimat itu diucapkan oleh seorang Takaki Noriko—meskipun
kebenaran—akan menjadi sangat mengerikan.
Adalah empat orang gadis bernama
Kazuki, Yumiko, Reika, dan Riho yang diceritakan berteman dengan seorang Noriko
semasa SMA. Awalnya, Kazuki, Yumiko, Reika, dan Riho menganggap Noriko sebagai
gadis luar biasa. Pembela kebenaran; secara harfiah. Juga penolong dan
penyelamat, sekaligus pemberi solusi. Keempat sahabat itu merasa Noriko ada di
pihak mereka. Siap membela, mendukung, membantu menyelesaikan masalah, layaknya
seorang sahabat. Sampai di sini semua masih normal. Hingga sedikit demi
sedikit, sisi “kebenaran” yang dijunjung tinggi oleh seorang Noriko ini menjadi
kebenaran yang mengerikan.
Loh, kebenaran kok mengerikan ...?
Easy, gaes.
Baca buku ini emosi kita diuji oleh
sikap Noriko terhadap keempat sahabatnya, serta orang di sekitar Noriko. Bahkan
sisi Hannibal Lecter kita berpotensi muncul jika kita berurusan dengan sosok
Noriko ini. Termasuk sisi Hannibal Lecter; Kazuki, Yumiko, Reika, dan Riho, yang
keluar saat mereka sudah menjadi wanita dewasa dan memiliki kehidupan
masing-masing. Sifat Noriko tidak berubah dari SMA hingga tumbuh menjadi wanita
dewasa, dan berkeluarga. Yang doi pedulikan
hanya soal kebenaran. Latar belakang dia menolong, membantu, dan menyelesaikan
masalah juga berazabkan kebenaran. Lah, berazabkan ... Berasaskan kebenaran maksudnya.
Doi sosok yang lurus dan lempeng. Pembela kebenaran. Seperti judul bukunya,
kebenaran bagi Noriko adalah MUTLAK! (Kan sampai jebol capslock-nya). Absolute Justice!
Lalu apa yang terjadi jika dalam radar
Noriko ada yang tidak benar? Sebuah kesalahan, misalnya ....
Kesalahan sekecil apapun
Noriko bakal meluruskannya! Bahkan jika itu berakibat menyakiti orang lain. Misalkan dalam persoalan percobaan bunuh diri ada hukum tertulisnya. (Contoh; orang yang
mencoba bunuh diri akan masuk penjara. Lah kalau doi mokat, gimana bisa masuk
penjara? Kan aku bilang misalnya ...) Noriko akan mencegah perbuatan itu.
Membantu sekuat tenaga si pelaku bunuh diri agar tidak bunuh diri, dan ujungnya
tetap akan melaporkan si pelaku ke polisi, agar mendapat hukuman atas tindakan
percobaan bunuh dirinya.
Itu sih belum cukup ngeri, gaes.
Namun, jika percobaan bunuh diri itu
tidak ada hukum tertulisnya, Noriko akan membiarkan hal itu. Even kejadian itu
terjadi di depan matanya. Doi akan dengan tenang menyaksikan orang itu bunuh
diri dan berkata; Tidak apa-apa. Kamu bisa berbangga hati, dan mati dengan
membusungkan dada. Karena itu tidak melanggar hukum. Di dunia ini yang
terpenting adalah; KEBENARAN!
Dari awal baca saya langsung mikir; lalu gimana
dengan suami dan anak Noriko yang harus 24 jam berurusan dengan Noriko? Jeng
jeng jeng! Bocah ngapa yak?
Intinya buku ini bikin kita pengin maki Noriko dan jambak rambutnya.
Hahaha. Udah. Kalian musti baca sendiri. Kezel pokoknya. Dan lagi ada yang
bikin kesel sebelum kalian mulai membaca bukunya. Yaitu blurb buku ini;
“Seharusnya moster itu sudah mati ...”
Udah. Gitu doang. Ngeselin kan?
Hihihi. Tapi justru itu yang bikin penasaran.
Untuk buku ini saya berikan 4 bintang. 4/5 ★★★★☆ Karena ini jadi salah satu buku Akiyoshi Rikako yang saya favoritkan setelah
Holy Mother. Bagi saya Holy Mother tetep no.1 di hati.
"'Benar' tidak selalu dibenarkan jika dilakukan tanpa hati dan rasa peduli sesama manusia. That’s why we called, human. Not a robot."
Comments
Post a Comment